by YUDISTIRA SAS
10 Sept 2011
Belum lama berselang, kira-kira bulan Juli hingga Agustus 2011, di sebuah stasiun TV terkemuka, diselenggarakan lomba memasak yang diikuti oleh banyak orang dengan audisi di berbagai kota. Lomba dimulai dari 30 orang yang seiring dengan waktu, semakin lama semakin sedikit karena satu per satu peserta harus tersingkir.
Pada satu bulan terakhir, tersisa 10 peserta. Lomba semakin ketat, peserta saling bersaing untuk mengalahkan peserta lainnya. Item lomba bukan sekadar meramu atau memroses suatu bahan makanan menjadi sebuah masakan yang lezat, namun juga termasuk "plating" atau menghiasi piring dengan makanan dan garnis (hiasan) yang sangat menarik. Bahkan dalam suatu episode diadakan lomba menebak bumbu dari masakan yang sudah jadi yang dibuat oleh seorang Chef ternama. Dari sekitar 25 item bumbu, ternyata ada yang berhasil menebak 19 bumbu dengan benar, sedang peserta lainnya hanya dapat menebak 15 item atau kurang dari itu.
Bahkan pada suatu episode, ketika peserta tersisa 3 orang, yaitu Santiana, Lucky dan Agus, mereka harus menirukan masakan yang telah dibuat oleh seorang Chef dengan tingkat kesulitan yang tinggi. Mereka bertiga juga harus menjadi Chef sungguhan di sebuah hotel bintang lima di Jakarta Selatan, yang restorannya dipimpin oleh Chef Vindex.
Akhirnya, pada saat Grand Final, tinggal Agus dan Lucky yang tersisa. Mereka harus saling berhadapan dengan 3 babak. Persaingan sangat ketat. Pada babak pertama, Lucky yang agak gugup harus mengakui keunggulan Agus dengan selisih 5 angka. Pada Babak ke-2, Lucky menyusul dengan angka yang cukup mencolok, sedemikian sehingga dia untuk sementara unggul 1 angka dari Agus. Penentuan akhir adalah pada babak ketiga dengan penilaian angka ganda dengan 3 orang juri (chef Marinka, Chef Juna, dan Chef Vindex) + 1 juri tamu. Juri tamu adalah seorang Chef yang sudah dikenal oleh penonton karena pernah memenangi lomba antar chef di sebuah stasiun TV beberapa tahun lalu sebanyak 9 kali berturut-turut untuk masakan Indonesia, yaitu Chef Rohendi. Kedua finalis harus menirukan masakan Tumpeng Lengkap yang telah dibuat oleh Chef Rohendi dalam tempo 3 jam.
Setelah tiba waktunya, masakan dinilai oleh keempat juri. Hasil penilaian sangat ketat dari satu juri dengan juri lain. Sampai dengan 3 juri utama, selisih angka adalah 1 point untuk keunggulan Lucky. Pada penilaian terakhir teryata Chef Rohendi memberikan nilai 18 untuk Agus dan nilai 19 untuk Lucky.
Jadilah LUCKY sebagai Master Chef Indonesia pertama dan mendapatkan hadiah Rp300juta rupiah dan beberapa hadiah lain.
Menjadi juara masak memang tidak mudah. Selain bakat meramu, mengolah dan mengenali bahan serta bumbu, juga butuh latihan rutin dan bersemangat untuk menciptakan makanan baru dengan bahan yang sama atau bahan yang sama sekali baru atau belum pernah disajikan sebagai makanan. Bahkan, penyajian sangat menentukan "menarik" atau tidaknya suatu masakan, ketika baru dilihat di atas meja. Istilahnya: dari mata, turun ke lidah lalu tertanam di hati.
Yang penting juga adalah IMPIAN yang besar yang membuat kita mau terus untuk menampilkan makanan yang MENGGIURKAN dan juga LEZAT rasanya. Dalam gaya bahasa sinestesia dikatakan: "Masakan itu terlihat LEZAT."
Chef Lucky terinspirasi oleh Omanya yang mengajarinya memasak, sedang chef Agus terinspirasi oleh ibundanya. Bahkan, yang menarik, Chef Lucky pernah menjadi seorang pencuci piring di sebuah restoran di Australia ketika dia sempat tinggal di sana. Sedangkan Chef Agus adalah seorang guru di sebuah SMK di Banjarmasin yang dikagumi oleh murid-murid bahkan oleh rekan guru lainnya.
Selanjutnya adalah bagaimana memelihara IMPIAN itu trus menerus sehingga semangat tidak pernah pudar hingga CITA-CITA tercapai.
Menjadi Chef, anda MAU?
Sabtu, 10 September 2011
Senin, 09 Mei 2011
Cita-cita seperti KITARO
by YUDISTIRA SAS
10 may 2011
Mungkin ada yang mengira bahwa KITARO si pemusik jagoan dari Jepang sejak keci bercita-cita menjadi PEMUSIK. Ternyata TIDAK. Jadi, apa cita-cita kecilnya?
Sampai dengan SMA, dia bercita-cita menjadi PETENIS profesinal. Kok bisa berubah?
Dia berubah ketika suatu saat diminta membentuk band di sekolah untuk mengikuti lomba band. Saat itu dia mau bergabung tanpa bercita-cita apa-apa. Saat itu pula dia menggubah sebuah komposisi lagu, yang judulnya sudah dia LUPA!
Sejak saat itu dia bermaun musik, dengan aneka instrumen. Mengapa beraneka instrumen yang dia mainkan. Alasannya sangat sederhana. Suatu saat si pemain DRUM tidak hadir saat harus pentas, maka dia menggantikan. Saat lain si pemain BASS tidak bisa datang, maka dia menggantikan. Saat lain lagi si pemain keyboard tidak masuk, maka dia yang menggantikan. BEGITULAH..
Akhirnya dia mencoba mengambil inspirasi dari ALAM. Ketika dia MENDENGARKAN alam, dia menjadi RILEKS, dan dia mendapatkan ILHAM untuk sebuah komposisi musik. Demikianlah yang dia lakukan selanjutnya, untuk mendapat inspirasi musik, dia selalu kembali ke alam agar dapat ILHAM.
Dengan kembali ke ALAM, KITARO berhasil mengalami KEADAAN OTAK GELOMBANG ALPHA, yaitu santai tapi tidak tidur, saat yang paling tepat untuk mendapatkan ILHAM...
DAn, KITARO telah banyak menghasilkan kompisisi musik khas yang dikenal banyak orang kingga kini.
10 may 2011
Mungkin ada yang mengira bahwa KITARO si pemusik jagoan dari Jepang sejak keci bercita-cita menjadi PEMUSIK. Ternyata TIDAK. Jadi, apa cita-cita kecilnya?
Sampai dengan SMA, dia bercita-cita menjadi PETENIS profesinal. Kok bisa berubah?
Dia berubah ketika suatu saat diminta membentuk band di sekolah untuk mengikuti lomba band. Saat itu dia mau bergabung tanpa bercita-cita apa-apa. Saat itu pula dia menggubah sebuah komposisi lagu, yang judulnya sudah dia LUPA!
Sejak saat itu dia bermaun musik, dengan aneka instrumen. Mengapa beraneka instrumen yang dia mainkan. Alasannya sangat sederhana. Suatu saat si pemain DRUM tidak hadir saat harus pentas, maka dia menggantikan. Saat lain si pemain BASS tidak bisa datang, maka dia menggantikan. Saat lain lagi si pemain keyboard tidak masuk, maka dia yang menggantikan. BEGITULAH..
Akhirnya dia mencoba mengambil inspirasi dari ALAM. Ketika dia MENDENGARKAN alam, dia menjadi RILEKS, dan dia mendapatkan ILHAM untuk sebuah komposisi musik. Demikianlah yang dia lakukan selanjutnya, untuk mendapat inspirasi musik, dia selalu kembali ke alam agar dapat ILHAM.
Dengan kembali ke ALAM, KITARO berhasil mengalami KEADAAN OTAK GELOMBANG ALPHA, yaitu santai tapi tidak tidur, saat yang paling tepat untuk mendapatkan ILHAM...
DAn, KITARO telah banyak menghasilkan kompisisi musik khas yang dikenal banyak orang kingga kini.
Minggu, 20 Maret 2011
Cita-cita: ORTU Bilang "TIDAK BOLEH!"
by Yudistira SAS
Beberapa Minggu lalu, seorang klien remaja di Jakarta mengirim SMS kepada saya seperti ini: "Bapaaaaak, saya galaaau :("
Dia adalah seorang remaja putri yang sudah kira-kira hampir dua tahun ini bertukar SMS dengan saya bertanya-jawab tentang cita-cita, tepatnya saat saat dia duduk di kelas 11.
Mengapa dia GALAAAU...?
Ternyata, apa yang selama ini dicita-citakan olehnya, yang PERNYATAAN CITA-CITAnya dipampang di tembok kamar, yang selama ini diOBSESIkannya, mendapat larangan dari Ayahnya. Dia bercita-cita untuk melanjutkan pendidikan ke UGM (Universitas Gajah Mada) di Jogja. Dia ingin kuliah sambil kost di sana. Begitulah Impiannya.
Rupanya, apa yang dia cita-citakan belum pernah dibahas dan didiskusikan dengan Ortunya selama ini. Ketika akhirnya dia memaparkan kepada ORtunya, rupanya sang Ayah TIDAK SETUJU.
Ketika saya tanya alasan ayahnya melarang, dijawabnya bahwa kata ayahnya pergaulan di Jogja, khususnya para mahasiswa/mahasiswinya di anggap terlalu bebas. Sebagai ayah dari seorang wanita, pasti mempunyai kekhawatiran dengan situasi seperti itu jika putrinya berkuliah di sana.
Begitulah. Akhirnya, saya menyarankan kepadanya untuk mencoba beradaptasi dengan keadaan. Yang saya maksudkan adalah untuk tidak mengendurkan cita-cita di Fakultas dan Jurusan yang sama,namun mencoba untuk masuk ke UI (Universitas Indonesia). Dia belum dapat menerima saran saya.
Beberapa hari kemudian, ketika saya pantau di status FaceBook-nya (kami sudah menjadi teman di FB) dia dengan gamblang menerangkan kepada temannya bahwa dia tidak diizinkan oleh Ortunya berkuliah di UGM, jadi dia tidak akan ikut test masuk UGM.
Memang, bercita-cita tidak mudah. Harus berdiskusi dengan Orang tua, khususnya jika kita memang sangat menghormati dan juga mungkin sangat bergantung dalam hal pembiayaan kepada mereka. Apabila proses diskusi sudah dilakukan sejak awal, mungkin kekecewaan atas TERLARANGnya cita-cita, tidak terlalu besar.
Oleh karena itu, saran saya, segera diskusikan Cita-cita ANDA dengan Ortu anda. Good luck!
Beberapa Minggu lalu, seorang klien remaja di Jakarta mengirim SMS kepada saya seperti ini: "Bapaaaaak, saya galaaau :("
Dia adalah seorang remaja putri yang sudah kira-kira hampir dua tahun ini bertukar SMS dengan saya bertanya-jawab tentang cita-cita, tepatnya saat saat dia duduk di kelas 11.
Mengapa dia GALAAAU...?
Ternyata, apa yang selama ini dicita-citakan olehnya, yang PERNYATAAN CITA-CITAnya dipampang di tembok kamar, yang selama ini diOBSESIkannya, mendapat larangan dari Ayahnya. Dia bercita-cita untuk melanjutkan pendidikan ke UGM (Universitas Gajah Mada) di Jogja. Dia ingin kuliah sambil kost di sana. Begitulah Impiannya.
Rupanya, apa yang dia cita-citakan belum pernah dibahas dan didiskusikan dengan Ortunya selama ini. Ketika akhirnya dia memaparkan kepada ORtunya, rupanya sang Ayah TIDAK SETUJU.
Ketika saya tanya alasan ayahnya melarang, dijawabnya bahwa kata ayahnya pergaulan di Jogja, khususnya para mahasiswa/mahasiswinya di anggap terlalu bebas. Sebagai ayah dari seorang wanita, pasti mempunyai kekhawatiran dengan situasi seperti itu jika putrinya berkuliah di sana.
Begitulah. Akhirnya, saya menyarankan kepadanya untuk mencoba beradaptasi dengan keadaan. Yang saya maksudkan adalah untuk tidak mengendurkan cita-cita di Fakultas dan Jurusan yang sama,namun mencoba untuk masuk ke UI (Universitas Indonesia). Dia belum dapat menerima saran saya.
Beberapa hari kemudian, ketika saya pantau di status FaceBook-nya (kami sudah menjadi teman di FB) dia dengan gamblang menerangkan kepada temannya bahwa dia tidak diizinkan oleh Ortunya berkuliah di UGM, jadi dia tidak akan ikut test masuk UGM.
Memang, bercita-cita tidak mudah. Harus berdiskusi dengan Orang tua, khususnya jika kita memang sangat menghormati dan juga mungkin sangat bergantung dalam hal pembiayaan kepada mereka. Apabila proses diskusi sudah dilakukan sejak awal, mungkin kekecewaan atas TERLARANGnya cita-cita, tidak terlalu besar.
Oleh karena itu, saran saya, segera diskusikan Cita-cita ANDA dengan Ortu anda. Good luck!
Selasa, 01 Februari 2011
GANTI CITA-CITA
by Yudistira S.A. Soedarsono
Belum lama ini saya bertemu dengan teman lama saya. Sudah lebih dari 5 tahun tidak berjumpa. Dulu belum ada Facebook. Karena sudah ada Facebook, maka kami hanya ketemuan di internet, maksud saya di Facebook. :)
Sebelum bertemu, dia membuka obrolan dengan kata-kata:"Mas aku udah ganti Cita-cita.."
Setelah itu barulah kami atur pertemuan. Akhirnya kami bertemu di kantor saya.
Dulu, dia sangat ingin menjadi penyiar. Dia adalah tipe seniman, yang gaul. Latar belakang kuliah adalah Psikologi di salah satu perguruan tinggi di Ciputat. Saya sebenarnya tidak tahu persis mengapa berubah haluan, tetapi "hari gini" siapa sih yang tidak kepingin jadi PNS yang jauh lebih "wuenak" ketimbang jaman dulu. Terimakasih atas kenaikan gaji dari Gus Dur tentunya. :)
Rupanya teman saya ini sudah diterima di DEPSOS dan hanya tinggal menunggu SK dari Ketua Badan Kepegawaian Nasional.
Dia bercerita bahwa sudah melalui berbagai ujian tertulis dan wawancara. Dan, yang menarik, yang paling lama adalah ujian wawancara. Jauh lebih lama dari teman-teman dia satu perjuangan dalam tes tersebut. Rupanya si Penguji yang mungkin juga berpendidikan PSIKOLOGI harus muter-muter untuk mengorek segala sesuatu dari orang dengan latar belakang yang sama, PSIKOLOGI. Masing-masing punya cara untuk berkelit. :)
Kembali ke masalah cita-cita, yang namanya BERGANTI cita-cita tentu boleh saja. Yang penting, hal yang terakhir yang dipilih adalah yang lebih diinginkan untuk dapat meningkatkan diri. Semoga dengan memilih yang terakhir, apa yang ada di dasar hati dan dalam mimpi baik saat terjaga atau tertidur akan segera tercapai. Semoga..
Belum lama ini saya bertemu dengan teman lama saya. Sudah lebih dari 5 tahun tidak berjumpa. Dulu belum ada Facebook. Karena sudah ada Facebook, maka kami hanya ketemuan di internet, maksud saya di Facebook. :)
Sebelum bertemu, dia membuka obrolan dengan kata-kata:"Mas aku udah ganti Cita-cita.."
Setelah itu barulah kami atur pertemuan. Akhirnya kami bertemu di kantor saya.
Dulu, dia sangat ingin menjadi penyiar. Dia adalah tipe seniman, yang gaul. Latar belakang kuliah adalah Psikologi di salah satu perguruan tinggi di Ciputat. Saya sebenarnya tidak tahu persis mengapa berubah haluan, tetapi "hari gini" siapa sih yang tidak kepingin jadi PNS yang jauh lebih "wuenak" ketimbang jaman dulu. Terimakasih atas kenaikan gaji dari Gus Dur tentunya. :)
Rupanya teman saya ini sudah diterima di DEPSOS dan hanya tinggal menunggu SK dari Ketua Badan Kepegawaian Nasional.
Dia bercerita bahwa sudah melalui berbagai ujian tertulis dan wawancara. Dan, yang menarik, yang paling lama adalah ujian wawancara. Jauh lebih lama dari teman-teman dia satu perjuangan dalam tes tersebut. Rupanya si Penguji yang mungkin juga berpendidikan PSIKOLOGI harus muter-muter untuk mengorek segala sesuatu dari orang dengan latar belakang yang sama, PSIKOLOGI. Masing-masing punya cara untuk berkelit. :)
Kembali ke masalah cita-cita, yang namanya BERGANTI cita-cita tentu boleh saja. Yang penting, hal yang terakhir yang dipilih adalah yang lebih diinginkan untuk dapat meningkatkan diri. Semoga dengan memilih yang terakhir, apa yang ada di dasar hati dan dalam mimpi baik saat terjaga atau tertidur akan segera tercapai. Semoga..
Rabu, 08 September 2010
GURU yang SALAH CITA-CITA
08 November 2009
by Yudistira S.A. Soedarsono
Lina (Malang): Pak Yudis, saya sudah baca buku bapak DramSMART. Pak, saya merasa elah salah salah dalam mencapai cita-cita. Sejak kecil saya bingung apa cita-cita saya, karena selalu berubah-ubah.
Setelah saya bekerja, baru saya sadar apa bakat saya. Sekarang saya bekerja sebagai guru BP/BK dan ini merupakan siksaan bagi saya karena saya tidak pernah membayangkan menjadi seperti ini.
Saya ingin sekali keluar tapi saya takut nanti tidak dapat kerjaan dan takut orang tua saya kecewa karena saya sudah PNS. Tapi benar pak, saya sungguh nggak nyaman, tersiksa sekali dan nggak bisa menikmati jadi guru BK, saya suka ketrampilan.
Menurut bapak saya harus bagaimana?
Yudis: Salam utk bu LINA di Malang.
Ibu tidak usah keluar dulu dari PNS. Boleh saya tanya apa kehebatan ibu?
Lina: Bpk, saya sudah tanyakan kepada teman-teman, kebanyakan teman kuliah. Kate mereka saya ini: Baik hati, gak sombong, jujur, gak lupa teman lama, peduli sama teman, bertanggung jawab, supel, bisa mengatasi masalah dengan tenang, beruntung jadi PNS, sederhana, bisa jaga rahasia.
Yudis: Apa ketrampilan andalan Ibu?
LIna: Saya suka ketrampilan membuat kerajinan tangan. Saya suka jahit-menjahit dasar. Pernah kuliah tata busana, tapi karena sepertinya teman-teman tidak suka, jadinya jadual kuliah sering terganggu, akhirnya berhenti kuliah. Padahal sayang sekali karena sudah bayar. Pernah ke DIknas untuk minta jabatan struktural, malah saya dimarahi.
Yudis: Ibu ambil kursus saja yang waktunya lebih fleksibel.
Lina: Iya pak, tapi saya orang yang tidak bisa menanggung beban dobel-dobel. Waktu saya banyak tersita di sekolah, apalagi masalah siswa banyak banget. Kalau kursus takutnya nanti malah tidak maksimal. Kenapa ya saya tidak bisa pindah ke struktural, padahal kalau di sana saya lebih bisa atur waktu saya.
Yudis: Boleh saya tebak, ibu dulu kuliah di Psikologi Pendidikan?
Lina: Iya pak, lebih tepatnya Psikologi Pendidikan dan Bimbingan di IKIP Malang. Tapi saya masuk tuh asal milih aja dan gak ada niat untuk kuliah. Saya lebih suka membuat suvenir atau semacam itulah.
Yudis: Kalau begitu tinggal atur waktu saja serta ied kreatif dan modal kerja untuk kembangkan bisnis.
Lina: Nah, itu yang saya gak bisa, ngatur waktu. Kalau sudah banyak masalah siswa, kerjaan saya jadi berantakan. Dan kalau di rumah pinginnya tidur terus, kalau suntuk saya pinginnya santai. Saya inginnya kerja yang nyaman. Baiklah, terimakasih banyak pak atas saran-sarannya.
Yudis: sama-sama bu Lina.
by Yudistira S.A. Soedarsono
Lina (Malang): Pak Yudis, saya sudah baca buku bapak DramSMART. Pak, saya merasa elah salah salah dalam mencapai cita-cita. Sejak kecil saya bingung apa cita-cita saya, karena selalu berubah-ubah.
Setelah saya bekerja, baru saya sadar apa bakat saya. Sekarang saya bekerja sebagai guru BP/BK dan ini merupakan siksaan bagi saya karena saya tidak pernah membayangkan menjadi seperti ini.
Saya ingin sekali keluar tapi saya takut nanti tidak dapat kerjaan dan takut orang tua saya kecewa karena saya sudah PNS. Tapi benar pak, saya sungguh nggak nyaman, tersiksa sekali dan nggak bisa menikmati jadi guru BK, saya suka ketrampilan.
Menurut bapak saya harus bagaimana?
Yudis: Salam utk bu LINA di Malang.
Ibu tidak usah keluar dulu dari PNS. Boleh saya tanya apa kehebatan ibu?
Lina: Bpk, saya sudah tanyakan kepada teman-teman, kebanyakan teman kuliah. Kate mereka saya ini: Baik hati, gak sombong, jujur, gak lupa teman lama, peduli sama teman, bertanggung jawab, supel, bisa mengatasi masalah dengan tenang, beruntung jadi PNS, sederhana, bisa jaga rahasia.
Yudis: Apa ketrampilan andalan Ibu?
LIna: Saya suka ketrampilan membuat kerajinan tangan. Saya suka jahit-menjahit dasar. Pernah kuliah tata busana, tapi karena sepertinya teman-teman tidak suka, jadinya jadual kuliah sering terganggu, akhirnya berhenti kuliah. Padahal sayang sekali karena sudah bayar. Pernah ke DIknas untuk minta jabatan struktural, malah saya dimarahi.
Yudis: Ibu ambil kursus saja yang waktunya lebih fleksibel.
Lina: Iya pak, tapi saya orang yang tidak bisa menanggung beban dobel-dobel. Waktu saya banyak tersita di sekolah, apalagi masalah siswa banyak banget. Kalau kursus takutnya nanti malah tidak maksimal. Kenapa ya saya tidak bisa pindah ke struktural, padahal kalau di sana saya lebih bisa atur waktu saya.
Yudis: Boleh saya tebak, ibu dulu kuliah di Psikologi Pendidikan?
Lina: Iya pak, lebih tepatnya Psikologi Pendidikan dan Bimbingan di IKIP Malang. Tapi saya masuk tuh asal milih aja dan gak ada niat untuk kuliah. Saya lebih suka membuat suvenir atau semacam itulah.
Yudis: Kalau begitu tinggal atur waktu saja serta ied kreatif dan modal kerja untuk kembangkan bisnis.
Lina: Nah, itu yang saya gak bisa, ngatur waktu. Kalau sudah banyak masalah siswa, kerjaan saya jadi berantakan. Dan kalau di rumah pinginnya tidur terus, kalau suntuk saya pinginnya santai. Saya inginnya kerja yang nyaman. Baiklah, terimakasih banyak pak atas saran-sarannya.
Yudis: sama-sama bu Lina.
Kamis, 20 Mei 2010
UJIAN NASIONAL
by Yudistira S.A. Soedarsono
20 Mei 2010
Pada bulan April 2010, saya diajak oleh seorang penggiat pendidikan di Jawa Tengah, tepatnya di kota Tegal untuk menjadi "peninjau" pada saat pelaksanaan UN SMP. Pagi itu yang menjadi target ada 4 buah sekolah SMP atau sederajat di selatan kota SLAWI.
Setelah berliku-liku menumpang kendaraan melalui jalan aspal sempit, sampailah kami di sekolah yang pertama. Demikian seterusnya, melalui jalan yang juga berliku dan sempit, melalui perkampungan dan persawahan sampai kami di 2 sekolah lainnya, sementara yang satu lagi agak ke dekat kota Slawi.
Ada nuansa yang nyaris seragam yang dapat saya tangkap di setiap sekolah yang kami kunjungi. Ada ketegangan yang nampak di setiap wajah Kepala Sekolah. Ketegangan menjadi sangat NYATA, ketika salah satu anggota rombongan penilik (rombongan yang saya "ikuti")bertanya:
"Jadi berapa Pak/Bu, target kelulusan di sini?"
Jawabannya cukup mirip dari satu Kepsek dengan lainnya. Mereka mengatakan tentu harapan sangat tinggi. Apakah mungkin mereka menjawab "target angka yang rendah" di hadapan bapak-bapak penilik?
Salah seorang Ibu Kepala Sekolah, bahkan secara nyata ingin agar sistem di kembalikan ke semula memakai EBTANAS, karena toh, saat akan masuk ke jenjang yang lebih tinggi masih ada lagi ujian masuknya.
Saya sangat setuju dengan sikap MAhkamah Konstitusi yang lebih mengarahkan agar segala prasarana dan sarana penunjang dilengkapi lebih dulu sebelum UN yang berstandar nasional diberlakukan.
Melihat situasi dan kondisi di mana SISWA, GURU dan ORANGTUA menjadi sangat tertekan pada pekan UN, khususnya di kalangan sekolah yang bukan unggulan, yang menjurus kepada tindakan yang tidak terpuji bersama-sama (tindakan tidak terpuji berjamaah), maka saya lebih setuju jika UN dibekukan dulu, sambil menunggu SELURUH prasarana dan sarana pendidikan terdistribusi merata di bumi Indonesia.
Saya tidak terlalu heran jika saat pengumuman, bagi yang tidak lulus menjadi sangat terpukul. Penantian yang lama dan usaha keras sepanjang tahun terakhir seolah sia-sia dan bumi bagaikan berhenti berputar!
Sebuah pengukuran statistik TIDAK BOLEH menentukan TARGET hasil. Ketika kita menargetkan, maka kita sudah terjebak dalam pola rekayasa hasil. Jika UN dimaksudkan untuk standardisasi, maka yang MENDESAK dan PENTING untuk distandardisasi adalah PRASARANA dan SARANA Pendidikannya. Seharusnya UN adalah sebagai Umpan Balik yang tidak harus menentukan kelulusan siswa. Biarlah guru mereka masing-masing yang menentukannya dengan memerhatikan aktifitas siswa selama bersekolah.
Ketika sebuah sekolah dengan bangga menyatakan bahwa 100% siswanya lulus UN, maka masih perlu dikalikan dengan angka KOEFISIEN KEJUJURAN. Oleh sebab sangat penasaran, saya melakukan survei kecil di Jakarta Selatan, dengan sekitar 70an responden. Hasil sementaranya, 25 persen para siswa yang 1-2 tahun lalu ikut UN SMP melakukan tindakan MENCONTEK! Adakah pihak lain yang juga melakukan survei semacam itu? Kalau ada, saya sungguh ingin mengetahui hasil surveinya.
Ketika 20 persen anggaran diarahkan dalam bidang pendidikan, maka itu seharusnya dapat menjadi PRASARANA dan SARANA pendidikan yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Ketika itu semua sudah terstandardisasi, maka saya berargumentasi bahwa jika sama-sama jujurnya, maka hasil UN setelah PRASARANA dan SARANA standar pasti akan lebih baik.
Anda SETUJU?
20 Mei 2010
Pada bulan April 2010, saya diajak oleh seorang penggiat pendidikan di Jawa Tengah, tepatnya di kota Tegal untuk menjadi "peninjau" pada saat pelaksanaan UN SMP. Pagi itu yang menjadi target ada 4 buah sekolah SMP atau sederajat di selatan kota SLAWI.
Setelah berliku-liku menumpang kendaraan melalui jalan aspal sempit, sampailah kami di sekolah yang pertama. Demikian seterusnya, melalui jalan yang juga berliku dan sempit, melalui perkampungan dan persawahan sampai kami di 2 sekolah lainnya, sementara yang satu lagi agak ke dekat kota Slawi.
Ada nuansa yang nyaris seragam yang dapat saya tangkap di setiap sekolah yang kami kunjungi. Ada ketegangan yang nampak di setiap wajah Kepala Sekolah. Ketegangan menjadi sangat NYATA, ketika salah satu anggota rombongan penilik (rombongan yang saya "ikuti")bertanya:
"Jadi berapa Pak/Bu, target kelulusan di sini?"
Jawabannya cukup mirip dari satu Kepsek dengan lainnya. Mereka mengatakan tentu harapan sangat tinggi. Apakah mungkin mereka menjawab "target angka yang rendah" di hadapan bapak-bapak penilik?
Salah seorang Ibu Kepala Sekolah, bahkan secara nyata ingin agar sistem di kembalikan ke semula memakai EBTANAS, karena toh, saat akan masuk ke jenjang yang lebih tinggi masih ada lagi ujian masuknya.
Saya sangat setuju dengan sikap MAhkamah Konstitusi yang lebih mengarahkan agar segala prasarana dan sarana penunjang dilengkapi lebih dulu sebelum UN yang berstandar nasional diberlakukan.
Melihat situasi dan kondisi di mana SISWA, GURU dan ORANGTUA menjadi sangat tertekan pada pekan UN, khususnya di kalangan sekolah yang bukan unggulan, yang menjurus kepada tindakan yang tidak terpuji bersama-sama (tindakan tidak terpuji berjamaah), maka saya lebih setuju jika UN dibekukan dulu, sambil menunggu SELURUH prasarana dan sarana pendidikan terdistribusi merata di bumi Indonesia.
Saya tidak terlalu heran jika saat pengumuman, bagi yang tidak lulus menjadi sangat terpukul. Penantian yang lama dan usaha keras sepanjang tahun terakhir seolah sia-sia dan bumi bagaikan berhenti berputar!
Sebuah pengukuran statistik TIDAK BOLEH menentukan TARGET hasil. Ketika kita menargetkan, maka kita sudah terjebak dalam pola rekayasa hasil. Jika UN dimaksudkan untuk standardisasi, maka yang MENDESAK dan PENTING untuk distandardisasi adalah PRASARANA dan SARANA Pendidikannya. Seharusnya UN adalah sebagai Umpan Balik yang tidak harus menentukan kelulusan siswa. Biarlah guru mereka masing-masing yang menentukannya dengan memerhatikan aktifitas siswa selama bersekolah.
Ketika sebuah sekolah dengan bangga menyatakan bahwa 100% siswanya lulus UN, maka masih perlu dikalikan dengan angka KOEFISIEN KEJUJURAN. Oleh sebab sangat penasaran, saya melakukan survei kecil di Jakarta Selatan, dengan sekitar 70an responden. Hasil sementaranya, 25 persen para siswa yang 1-2 tahun lalu ikut UN SMP melakukan tindakan MENCONTEK! Adakah pihak lain yang juga melakukan survei semacam itu? Kalau ada, saya sungguh ingin mengetahui hasil surveinya.
Ketika 20 persen anggaran diarahkan dalam bidang pendidikan, maka itu seharusnya dapat menjadi PRASARANA dan SARANA pendidikan yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Ketika itu semua sudah terstandardisasi, maka saya berargumentasi bahwa jika sama-sama jujurnya, maka hasil UN setelah PRASARANA dan SARANA standar pasti akan lebih baik.
Anda SETUJU?
Senin, 08 Februari 2010
Ingin Jadi GURU AGAMA
by Yudistira S.A. Soedarsono
8 Februari 2010
Dua hari yang lalu, saya mendapatkan SMS dari seorang bernama VERA di Sawahlunto, Sumatera Barat (no HP 085766041xxx). Berikut ini Tanya jawab yang terjadi:
Vera (Tanya): Apakah ini no. HP penulis DreamSMART(R)?
Yudistira (Jawab): Iya.. Ini dari Siapa? dan di mana?
Tanya: Dari Nelya Veronica, Siswi SMAN 1 Sawahlunto, Sumatera Barat.
Jawab: Adakah yang dapat saya bantu?
Tanya: Vera pengen belajar banyak ne tentang cita-cita sama kakak..
Jawab: Boleh.. Vera mau nanya apa? Mau jadi apa?
Tanya: Vera tu pengen banged jadi Guru kak.. tapi 3x dalam sehari.. Bisa gak Kak?
Jawab: Maksudnya bagaimana? Belum jelas..
Tanya: Begini.. Vera tu pengen kalau pagi ngejar di sekolah, trus siang ngajar di madrasah (MDA) n malamnya jadi guru ngaji Kak.. Gimana?
Jawab: Boleh aja kalau pandai atur waktu dan tenaga kamu. Ngajar pagi di bidang apa?
Tanya: Pengennya sih di bidang umum aja Kak. Gak terfokus ke satu bidang aja.
Jawab: Maksudnya sekarang ini atau setelah lulus SMA? Atau, setelah lulus kuliah?
Tanya: Setelah lulus SMA kalau dapat Kak.
Jawab: Oh begitu... Kalau jadi guru, resminya harus sarjana. Kamu suka pelajaran apa? Hobimu apa?
Tanya: Agama sama Sosiologi Kak. Kalau hobi Vera baca Al-Qur'an sama nyanyi Kak..
Jawab: Kalau begitu pilihlah satu bidang untuk kuliah nanti.
Tanya: Kalau saya pilih bidang agama, gimana menurut Kakak?
Jawab: Bagus. Berarti baiknya masuk UIN, Universitas Islam Negeri (dulu IAIN).
Tanya: Oke.thanks ya Kak..atas masukannya.. Kapan-kapan kita sambung lagi yan Kak..
Jawab: Iya.. sama-sama. Sukses ya.
Tanya: iya Kak.. doain Vera ya Kak.
Jawab: Amiin.
8 Februari 2010
Dua hari yang lalu, saya mendapatkan SMS dari seorang bernama VERA di Sawahlunto, Sumatera Barat (no HP 085766041xxx). Berikut ini Tanya jawab yang terjadi:
Vera (Tanya): Apakah ini no. HP penulis DreamSMART(R)?
Yudistira (Jawab): Iya.. Ini dari Siapa? dan di mana?
Tanya: Dari Nelya Veronica, Siswi SMAN 1 Sawahlunto, Sumatera Barat.
Jawab: Adakah yang dapat saya bantu?
Tanya: Vera pengen belajar banyak ne tentang cita-cita sama kakak..
Jawab: Boleh.. Vera mau nanya apa? Mau jadi apa?
Tanya: Vera tu pengen banged jadi Guru kak.. tapi 3x dalam sehari.. Bisa gak Kak?
Jawab: Maksudnya bagaimana? Belum jelas..
Tanya: Begini.. Vera tu pengen kalau pagi ngejar di sekolah, trus siang ngajar di madrasah (MDA) n malamnya jadi guru ngaji Kak.. Gimana?
Jawab: Boleh aja kalau pandai atur waktu dan tenaga kamu. Ngajar pagi di bidang apa?
Tanya: Pengennya sih di bidang umum aja Kak. Gak terfokus ke satu bidang aja.
Jawab: Maksudnya sekarang ini atau setelah lulus SMA? Atau, setelah lulus kuliah?
Tanya: Setelah lulus SMA kalau dapat Kak.
Jawab: Oh begitu... Kalau jadi guru, resminya harus sarjana. Kamu suka pelajaran apa? Hobimu apa?
Tanya: Agama sama Sosiologi Kak. Kalau hobi Vera baca Al-Qur'an sama nyanyi Kak..
Jawab: Kalau begitu pilihlah satu bidang untuk kuliah nanti.
Tanya: Kalau saya pilih bidang agama, gimana menurut Kakak?
Jawab: Bagus. Berarti baiknya masuk UIN, Universitas Islam Negeri (dulu IAIN).
Tanya: Oke.thanks ya Kak..atas masukannya.. Kapan-kapan kita sambung lagi yan Kak..
Jawab: Iya.. sama-sama. Sukses ya.
Tanya: iya Kak.. doain Vera ya Kak.
Jawab: Amiin.
Langganan:
Postingan (Atom)