Jumat, 05 Desember 2008

Cita-Cita, Orang Tua vs Remaja

by Y.S. Aji Soedarsono
5 December 2008


Dalam beberapa kasus yang harus saya hadapi, sesuatu yang sangat menonjol adalah adanya perbedaan yang lebar antara cita-cita para remaja dengan cita-cita yang dibuat oleh orang tua bagi anak-anak mereka. Ada kondisi di mana remaja mengalah demi berbakti kepada ortu mereka. Namun, ada kasus di mana si remaja berkeras untuk mencapai cita-citanya sendiri meskipun sangat ditentang oleh ortunya.

Sampai-sampai, si remaja membuat pernyataan, untuk membesarkan hatinya sendiri, kira-kira seperti ini:"Tetaplah pada cita-citamu walaupun orang tua kita tidak percaya bahwa kita dapat mencapai apa yang kita mau. Kita harus yakin bahwa kita bisa..."

Dalam kasus yang lain, si remaja dengan pasrah berkata:"Pak, khan kalau kita mengikuti apa yang dikatakan orang tua berarti kita berbakti kepada mereka..."

Yang PALING menarik, ternyata para remaja mengaku bahwa sangat mungkin orang tua mereka tidak mengetahui apa kelebihan atau kehebatan anak-anak mereka. Pada kasus pertama si remaja bahkan berkali-kali bertanya kepada saya:"Pak, kok bisa ya .. orang tua saya tidak tahu kelebihan dan kehebatan saya?"

Jadi, cita-cita yang disodorkan oleh ortu bagi anak-remaja mereka adalah sesuatu yang sangat IDEAL, bagi para orang tua, walaupun belum tentu IDEAL bagi remaja yang menjalaninya.

Bagaimana sebaiknya menjembatani kedua macam kasus seperti ini?
Apa pertimbangan orang tua dalam menyodorkan cita-cita?

Nyaris PASTI, para ortu menyodorkan sesuatu yang nantinya akan memberikan kesejahteraan bagi anak-anak mereka. Ada orang tua yang melihat bahwa menjadi PEGAWAI NEGERI akan menjadikan anak-anak mereka SEJAHTERA, dapat ASKES,dan dapat PENSIUN. Ada ortu yang memikirkan masalah BIAYA yang mahal kalau misalkan anaknya kuliah di Fakultas KEDOKTERAN. Ada orang tua yang bilang bahwa kalau anaknya masuk STAN, nanti "PASTI" sejahtera, dlsb.

Dalam masalah biaya, yang mengherankan, para ortu tidak terlalu mendorong anak-remaja mereka untuk BERJUANG mencari BEASISWA, dalam keadaan ortu yang "kurang mampu." Para ortu lebih condong dan lebih sering berkata:"JANGAN masuk ke situ, biayanya MAHAL!" Bukankah lebih POSITIF jika para orang tua mengatakan:"AYO, kalau kamu mau masuk ke situ, cari BEASISWA. BERJUANGLAH untuk mendapat nilai bagus supaya kamu mudah mendapat BEASISWA! Carilah yayasan-yayasan yang menawarkan BEASISWA!"

Hal yang menarik kedua, para ortu tidak MAU belajar untuk PEKA terhadap apa yang menjadi KEHEBATAN atau GREATNESS anak-anak mereka. Mungkin karena sangat super sibuk, mereka dengan mudah berkata:"wah ... apa ya kelebihan si Anu? saya nggak terlalu merhatiin."

Sebenarnya, untuk menambah kepekaan kita sebagai orang tua masih sangat mungkin. Yang perlu kita lakukan adalah "membandingkan" dengan anak orang lain. Kita lihat kemampuan anak kita, lalu kita bandingkan dengan anak orang lain. SUDAH!

Namun, ada juga yang sudah "membandingkan" tapi yang dibandingkan hanya "KEJELEKAN" anaknya sendiri. Seorang kenalan, seorang wanita, ketika bercerita tentang anaknya, dia berkata:"Wah..anak saya nggak bisa diam, jadi mengganggu terus. Dia juga suka lupa, bahkan tanggal lahirnya aja dia suka lupa"

Namun, setelah saya desak, si ibu ini akhirnya MAU berpikir keras untuk mencari kelebihan anaknya, lalu bilang:"oya.. dia itu punya bakat nyanyi, senang ARTS, dan pernah bercita-cita untuk menjadi bintang TV macam yang di ART ATTACK!" Jadi, kesimpulan tentang kepekaan ORTU, kuncinya adalah mau mengubah paradigma melihat KEJELEKAN anak menjadi melihat KEHEBATAN anak.

Lalu, bagaimana menjembatani perbedaan cita-cita milik anak dengan cita-cita yang disodorkan oleh orang tua?

Kuncinya adalah: DISKUSI!

Sudah berapa seringkah orangtua berdiskusi tentang kelebihan anak mereka dengan si YBS (yang bersangkutan). Lalu, dilanjutkan dengan mencari tahu cita-cita mereka, lalu mencoba mencari solusi, tanpa harus memaksakan kehendak. Saran saya, pada saat remaja telah duduk di kelas 9 (3 SMP), lakukanlah sesering mungkin. Karena, setelah lulus SMP, sudah harus memilih apakah mau masuk SMK atau SMU. Jika terlambat, berarti anak anda sudah MEMASUKI jalan tertentu tapi mereka tidak tahu mereka sebenarnya mau KEMANA.

FYI, untuk SMK, setelah lulus, menurut data tahun lalu, 85 persen akan langsung masuk dunia kerja, karena mereka telah punya SKILL. Dan, mereka tetap punya kesempatan untuk kuliah pada bidang-bidang yang sesuai.

Punya waktu untuk DISKUSI?

1 komentar:

Sheila Banun mengatakan...

Jadi ingat film Dead Poet Society