Rabu, 11 Maret 2009

Cita-cita: Pengusaha Galangan Kapal

by Y.S. Aji Soedarsono
11 March 2009


Kakek Moyangku Seorang PELAUT...
Ke mana saja luas samudra ...


Begitulah kira-kira lagu yang membesarkan ke-BAHARI-an negeri kita. Karena negeri kita adalah berupa belasan ribu pulau besar dan kecil yang dihubungkan dengan laut, dari yang dangkal hingga laut dalam. Seharusnya tidak mengherankan kalau banyak anak muda hingga yang tua, menjadi orang-orang laut.

Menjadi orang laut, dari yang sangat sederhana, dengan perahu dayung kecil untuk menjadi nelayan di laut dangkal, hingga menjadi nahkoda kapal baja yang berbobot mati ratusan ribu ton.

Untuk itu, seharusnya kita mempunyai jutaan perahu besar dan kecil dari kayu, dari serat kaca dan juga dari bahan baja. Itu berarti kita masih sangat membutuhkan banyak galangan kapal kecil dan besar, baik untuk pemeliharaan maupun untuk pembuatannya.

Apakah tantangan dan peluang menjadi Pengusaha Galangan KAPAL?

Tantangan dan peluang menjadi Pengusaha Galangan Kapal adalah sama besarnya. Kalau kita hanya mengatakan bahwa TANTANGAN saja yang besar tentu menjadi tidak masuk akal. Walaupun pada zaman ini, ongkos naik pesawat relatif murah. Namun, bukankah sudah cukup jelas bahwa tidak semua kota pantai dapat didarati oleh pesawat?

Tantangan untuk pembuatan kapal kayu, tentu semakin lama semakin besar. Mengapa begitu? Karena, bahan kayu yang akan dipakai, semakin lama semakin habis, dan menjadi tidak layak untuk terus menebangi pohon-pohon besar di tengah suasana BUMI yang semakin MEMANAS. Pilihan lain adalah material Serat Kaca, Baja dan juga Beton Cor!

Itu berarti, tantangan bagi para perajin kapal tradisional adalah untuk belajar lebih jauh tentang bahan-bahan yang akan dijadikan alternatif, tentang prosesnya dan tentang pemeliharaannya. Jenis bahan tentu sangat berpengaruh terhadap daya apung masing-masingnya, dan juga biaya pembuatannya. Namun, bukan berarti semua hal yang baru tidak mungkin untuk dipelajari.

Kayu Ulin, mungkin termasuk kayu yang paling berat dengan BJ sekitar 1 ton/m3. Namun, menjadi sangat ringan jika dibandingkan dengan bahan baja dengan BJ 7,85 ton/m3 atau beton yang sekitar 2,3 ton/m3, tentu sangat berbeda perhitungannya. Namun, sekali lagi, bukan tidak mungkin untuk dipelajari. Bahan baja kelihatannya adalah yang masih dapat terus dikembangkan karena dapat didaur ulang. Bahan serat kaca termasuk yang paling mudah untuk memrosesnya, karena bentuk menjadi sangat beragam.

Meskipun demikian, secara umum, mungkin tidak semua pembuatan kapal kayu harus dilarang. Yang penting ada pengaturan, misalnya untuk keperluan kapal wisata bahari tradisional, bolehlah.

Bicara Peluang, seperti pada bagian awal, tentu masih sangat terbuka. Masih sangat banyak dibutuhkan kapal, untuk menghubungkan satu pulau dengan lainnya di Indonesia. Belum lagi, jika bicara harga.

Sebuah kapal Phinisi yang sudah lengkap dengan mesin, ada yang ditawarkan seharga 650 ribu Dolar Amerika! Dengan panjang yang umumnya sekitar 30 meter. Belum lagi kalau ditambah dengan kualitas kapal yang sudah teruji sejak ratusan tahun lalu, bahkan mungkin ribuan tahun.

Sebuah galangan juga dibutuhkan untuk pemeliharaan. Ke depan, mungkin, galangan kapal kayu, harus lebih dioptimalkan untuk pemeliharaan kapal.

Semakin besar galangan, tentu semakin besar tantangannya. Untuk itu perlu perhitungan ekonomi yang optimal untuk menentukan besar galangan kapal yang paling tepat untuk di Indonesia, yang disesuaikan dengan kebutuhan kapalnya.

Akhirnya, no pain , no gain. Atau dengan kata lain, tanpa tantangan maka tidak ada hasil yang diraih. Selama peluang masih ada, berarti patut dicoba. Anda BERANI?

Tidak ada komentar: