Senin, 04 Mei 2009

Cita-Cita Kami yang Jadoel, maka Jadilah Kami ..

by Y.S. Aji Soedarsono
4 May 2009


Jumat malam minggu lalu adalah sejarah bagi saya pribadi. Jumat sorenya, sekitar jam 17.00, ada teman SD ketika dulu di Surabaya menelepon. Dia sebenarnya berdinas di Pacitan namun sedang tugas ke Jakarta. Dia memberitahukan bahwa malam jam 19.00 akan ada Reuni kecil teman-teman SD. Tempatnya adalah di Senayan City. Wow, TGIF! Jumat malam adalah waktu yang tepat untuk "nongkrong" bareng.

Saya memang bukan lulusan SD Surabaya, namun saya sekolah di SD itu dari kelas 2 hingga kelas 5, yang mana satu angkatan hanya ada 1 kelas, jadi kami selalu satu kelas selama tiga tahun lebih saya di sana, hingga bagian awal kelas 5. Saya merasa hanya sebagai "the missing link" dalam kelompok "alumni SD" tersebut. Alhamdulillah, 9 orang terkumpul.

Di antara mereka, hanya satu yang saya tidak "pangling," yaitu tetangga sebelah kiri rumah "longkap" satu. Yang lainnya sudah banyak berubah. Saat itu pula, saya mulai mengenal mereka lagi. Ada 3 orang rekan wanita yang rupanya semuanya insinyur pertanian. Ada yang sarjana teknik yang bekerja di pabrik semen, ada yang inspektur di Departemen Keuangan. Ada pula yang mengaku "ngene-ngene ae" (gini-gini aja). Ada yang sarjana teknik, yang lebih suka nulis dan kasih training motivasi. Namun, itulah kami.

Apakah cita-cita kami saat dulu kami di SD?

Seingat saya, hingga kelas 5, saya tidak pernah dengan jelas mendapatkan "pernyataan cita-cita" dari teman-teman. Namun, ada beberapa hal menonjol yang merupakan keahlian teman-teman saya.

Ada yang tiap tahun ikut lomba menyanyi antar kelas, namun Jumat malam di cafe di Senayan City, dia sangat enggan untuk menyanyi, dia enggak PD. Dulu, ada teman yang sering jadi Ketua Kelas, dan sering menangkis "pukulan sayang" dari guru kami, yang akhirnya dia menjadi Polisi, dan Kapolres di sebuah kota di Jawa Barat. Ada yang dulu jadi juru bicara saat Lomba Cerdas Cermat di TVRI, yang ternyata kini menjadi manajer (dia salah satu yang Insinyur Pertanian) sebuah perusahaan besar. Ada yang dulu sangat atletis, sangat cepat larinya, sekarang mengaku "gini-gini aja" dalam bisnisnya. Ada yang sering juara kelas, dan kini menjadi inspektur di Departemen Keuangan. Yang lebih tidak jelas hubungan antara cita-cita dengan kenyataan kini adalah, bahwa ada yang dulu bercita-cita menjadi penyanyi, namun dia ternyata berpendidikan Sarjana Teknik, namun kini lebih menyukai masalah motivasi dan kecerdasan!

Namun, yang luar biasa, ada teman yang dulu mengaku "medioker" (kemampuan sedang-sedang saja) dan dulu sempat saya ajak "mojok" di bawah pohon dekat sawah, saat pelajaran berkebun, lalu dimarahi pak guru, ternyata sekarang menjalankan usaha agensi untuk "melejitkan brand" beberapa perusahaan. Kawan saya ini dulu sempat dongkol kepada guru kami. Dulu, sebelum saat pulang, guru kami sering memberi pertanyaan dan bagi yang dapat menjawab dengan benar, boleh keluar, pulang duluan. Suatu saat, teman saya yang satu ini menjawab pertanyaan dengan BENAR, namun sang guru tidak mengijinkannya pulang duluan. Dia jadi dongkol, dan karena sangat kecewa, dia tidak mau beranjak dari kursi hingga seluruh siswa kelas kami keluar. Dan, yang luar biasa, teman saya ini sudah pandai menganalisis situasi yang terjadi saat itu, bahwa ada diskriminasi antara siswa PANDAI dan siswa MEDIOKER ke bawah.

Mungkinkah, apa yang dia kerjakan saat ini adalah upaya "membayar" (payback) atas semua peristiwa dulu itu? Apakah itu sebagai sebuah motivasi yang positif?

Mungkin YA dan mungkin TIDAK.

Bagaimanapun, itulah para anak-anak SD tahun 1970-an, yang tentunya cara bervisinya adalah versi JADOEL, sehingga kini, kami menjadi seperti ini. Ada deviasi yang besar dan lebar. Oleh karenanya, bagi yang masih muda, sebaiknya cara-cara yang JADOEL dalam bercita-cita digantikan dengan cara yang SMART: Specific, MEGA, Achievable, Recognizable, dan mempunyai Time framed. MAU?

Tidak ada komentar: