Sabtu, 17 Januari 2009

Jadi DOKTER, harus 175 Juta Rupiah?

by Y.S. Aji Soedarsono
18 January 2009


Pada hari kamis siang lalu, saya sempat membaca di sebuah siaran TV nasional, yang berisi berita bergerak, di bagian bawah layar, yang isinya kira-2, untuk masuk ke sebuah fakultas KEDOKTERAN di sebuah Universitas harus dengan membayar biaya kuliah sebesar Rp 175 Juta. Saya SHOCK!!

Saya pikir, hanya sekitar Rp 100 juta (pas) atau lebih sedikitlah.. tapi ternyata saya meleset cukup jauh.

Tapi, bukan cuma itu. Saya juga yakin, ada seorang klien saya yang ingin jadi dokter yang juga SHOCK berat!

BETUL dugaan saya. Sekitar magrib, ada SMS dari dirinya, di Bandung:
"PAK, saya putus asa banget, pas liat biaya masuk FK di ... 175 JT! Keluargaku gak mungkin mampu. Gak tau deh kedepannya gimana..."

"Jaman sekarang, mau pintar aja susah ya! cuma orang kaya yang bisa kuliah, gak bisa ngandalkan otak, pintar tuh kayaknya nomor 2, duit nomer 1. Kuliah kok dibikin BISNIS?"

"Saya lagi beresin buku-buku yang isinya kesehatan semua, mulai yang sengaja dibeli atau yang dicatat sendiri, Kliping yang sengaja dibuat sendiri, apalagi di dinding ada DREAM STATEMENT dan ACTION PLAN! Bikin SAKIT HATI!!"

Itu adalah tiga potong SMS dari seorang siswa kelas 12 di Bandung yang putus asa!

Apakah memang harus terjadi seperti ITU setiap tahun?


Menjadi dokter memang bukan perkara mudah. Ada syarat akademik yang harus terpenuhi. Harus kuat ilmu Kimia, kuat ilmu Biologi, harus pandai matematika, harus rajin menghapalkan istilah latin dll, dll.

Jaman dulu, ketika uang kuliah di Perguruan tinggi Negeri masih relatif murah, mungkin hal ini tidak terasa. Namun, ketika semua serba harus dibiayai sendiri oleh mahasiswa tanpa mendapat subsidi, apakah memang harus seMAHAL itu?

Saya hanya dapat mengajak mereka yang mampu menghitung biaya perkuliahan, misalnya, para akuntan yang tahu persentase biaya. Mereka harus menghitung berapa jumlah mahasiswa tiap angkatan. Harus menghitung biaya subsidi silang, jika ada. Menghitung biaya praktikum di lab. Apakah memang hasilnya adalah Rp 175 juta untuk 6 tahun kuliah?

Saya pikir, program beasiswa harus kembali digalakkan. Tentu saja bukan untuk semua mahasiswa. Biasanya untuk anak pandai dan kurang mampu.

Indonesia masih membutuhkan banyak DOKTER yang harus melayani 230 juta penduduknya. Jika hanya anak-anak orang yang mampu (kaya) yang boleh menjadi dokter, apakah cukup adil bagi mereka yang kurang mampu?

Akhirnya, saya hanya dapat mengingat pesan seorang ibu tua dari Slawi, Jawa Tengah, pada jaman dulu, sekitar tahun 1920an, kepada anak laki-lakinya yang bernama SUTJIPTO, yang ingin kuliah Kedokteran di SURABAYA:
"Kamu boleh jadi DOKTER, asalkan DOKTERnya ORANG, bukan DOKTERnya UANG.."

1 komentar:

catatan salwangga mengatakan...

yach, benar.

dokter jaman sekarang hanya mengobati penyakit (kulit)manusia

sementara,
yang dibutuhkan adalah dokter yang dapat mengobati penyakit (jiwa) manusia agar hidupnya tidak lagi sakit.

yang sakit itu bukan badannya, tetapi kehidupannya.