Minggu, 18 Mei 2008

3 SMA Belum Punya Cita-Cita

Tadi pagi (18 Mei 2008) saya berjumpa dengan seorang pengusaha/pengelola bimbingan belajar yang mempunyai motto: "Target Kami Universitas Indonesia." Nama beliau adalah Mas Deddy. Dia ingin mengajak saya untuk menjadi narasumber bagi para orang tua calon siswanya.

Kami bicara sana-sini tentang masalah pendidikan anak dan remaja. Pada suatu titik, dia berkata,"Kemarin, waktu saya di Kampung Melayu, saya tanyakan kepada murid-murid kelas 12 di sana, mau masuk jurusan dan fakultas apa. Ternyata, sebagian besar menggeleng-geleng kepala." Dia melanjutkan lagi dengan mimik yang serius dan tidak percaya,"Lho, padahal khan ujian saringan masuk universitas negeri cuma 3 minggu lagi." Kemudian dia geleng-geleng juga.

Saya juga geleng-geleng! Kemudian saya timpali,"Yah, itulah tantangannya Mas Deddy."
Mengapa bisa terjadi seperti itu? Mengapa sudah hampir ujian saringan masuk tapi belum mempunyai pilihan yang mantab?

Jawabnya gampang, saya yakin mereka belum membaca DreamSMART for Teens, dan saya juga yakin orang tua mereka belum membaca DreamSMART for Parents. Yang lebih pasti, orang tua dan siswa-siswa itu belum berdiskusi dengan sungguh-sungguh dalam memandang masa depan si siswa.

Hal ini mengingatkan saya pada kejadian yang saya alami beberapa puluh tahun lalu, tepatnya bulan Desember 1983. Sekolah (SMA) kami mengadakan psikotest bagi seluruh siswa. Waktu itu sebelum mengikuti test, kami disuruh mengisi formulir yang antara lain harus mengisi pilihan jurusan kuliah yang diminati. Saya ingat, untuk pilihan pertama, saya menulis TEKNIK MESIN, pilihan kedua FISIKA, pilihan ketiga FAKULTAS EKONOMI. Waktu itu saya sangat berharap, para penguji, pak dan bu psikolog akan dapat memberitahu kepada saya, selain yang saya tulis tadi, jurusan apa yang cocok buat saya.

Beberapa bulan kemudian, awal tahun berikutnya, masing-masing siswa mendapatkan jawabannya. Selain dicantumkan berapa IQ kami, juga dicantumkan jurusan yang cocok buat kami masing-masing.

Jawaban lembaga itu, bahwa saya cocok untuk masuk: jurusan TEKNIK MESIN, jurusan FISIKA dan jurusan EKONOMI! Lha, kok sama saja dengan yang saya tulis? "Kalau cuma begini kesimpulannya, saya juga bisa!" kata saya dengan jengkel.

Bertahun-tahun kemudian saya baru menyadari betapa sangat terlambatnya saya, untuk memikirkan masa depan saya. Umur 18 tahun baru mulai mikir. Seharusnya ketika saya SMP sudah harus ada yang memandu, memberitahu profesi dan hal-hal apa yang menarik untuk dijadikan masa depan. Bukan hanya itu, harus ada sesuatu yang membuat hasrat seseorang begitu menggebu-gebu! Seharusnya dari dulu saya harus dihadapkan pada pertanyaan,"Kalau kamu ingin mengubah dunia, kamu pilih bidang apa?" Sayangnya tidak ada yang bertanya begitu.

Ini adalah masalah wawasan. Wawasan adalah tanggung jawab kita semua, sebagai orang tua dan sebagai generasi muda. Tapi maaf, harus saya katakan di sini, wawasan kita masing-masing mungkin sangat terbatas, sehingga tidak banyak juga yang dapat kita ceritakan. Namun dengan bekerja sama dengan orang-orang yang kompeten dan menekuni suatu bidang tertentu seharusnya penambahan wawasan dapat dilakukan.

Kita tentu tidak ingin membuang biaya, tenaga dan waktu, jika siswa-siswa tadi ternyata tidak cocok di suatu jurusan. Biaya pendidikan tinggi sekarang sangat mahal. Bagi yang pandai dan pintar serta kebetulan kurang mampu, maka dia harus berjuang untuk mendapatkan beasiswa yang jatahnya paling hanya 2 atau 3 persen dari seluruh mahasiswa baru. Jika tidak, maka harus menyiapkan dana puluhan hingga ratusan juta rupiah, tergantung jurusan, fakultas dan institusi pendidikannya. Bukankah semakin efisien biaya, tenaga dan waktu, adalah semakin baik?

Bagi orang tua dan para siswa, marilah kita tingkatkan wawasan dengan cara membaca buku, berselancar di internet secara positif, dan bertanya kepada orang yang kita anggap dapat menjawab pertanyaan kita.

Pada paragraf terakhir ini, izinkan saya meminta maaf kepada para psikolog karena ada sedikit hujatan kepada mereka. Tanggapan anda adalah kritikan yang membangun bagi saya.

Tidak ada komentar: