Sabtu, 17 Mei 2008

PENULIS YANG BEREMOSI

"Kak, aku mau jadi Penulis," demikian sebuah SMS masuk dari sebuah kota kecil di Sumatra Barat. "Kak, aku kirim draft tulisanku ya, tolong dikomentari, trus yang cocok dengan tulisanku ini penerbit mana?", demikian sebuah SMS dari klien yang lain di Jawa Timur.

Bahkan, SMS yang pertama kali saya terima terkait dengan terbitnya buku saya yang berjudul DreamSMART for Teens, adalah dari seorang remaja yang ingin menjadi Penulis. Dia bernama AINUN, kelas 9, dari kota Cilacap, Jawa Tengah.

Jadi, rupanya banyak sekali remaja yang ingin menjadi seorang penulis. Bukan hanya mereka, beberapa orang dewasa pun ingin menjadi penulis. Ini terlihat dari sebuah milis yang menampung para penulis dan calon penulis.

Pada tanggal 16 Mei 2008, saya mengikuti acara launching sebuah buku yang hebat dari seorang penulis yang hebat, dan diterbitkan oleh penebit yang hebat. Ada sebuah kesimpulan yang menarik, bahwa dengan suatu sentuhan, ada banyak orang yang tergugah oleh tulisan di buku itu. Sentuhan itu, mungkin belum banyak diketahui oleh para calon penulis.

Sentuhan yang saya maksud adalah: EMOSI.

Dari beberapa buku hebat yang pernah saya baca, ternyata memang EMOSI menjadi peran yang sangat penting apakah pembaca akan menjadi tertarik, terpicu dan tergugah oleh tulisan. Suatu tulisan yang tanpa EMOSI menjadi terlalu kering, cepat membosankan, karena tidak dapat melibatkan bagian penting dari kecerdasan kita. Yaitu kecerdasan yang paling mudah untuk dipicu, digugah dan bahkan "dibakar."

Bahkan sebuah buku impor, terjemahan, ada yang berjudul "Menulislah dengan Emosi." Sayang saya lupa di mana buku itu kini, sehingga saya tidak tahu siapa penulisnya.

Setelah saya menjadi seorang penulis buku, beberapa orang teman pernah meminta tolong kepada saya untuk menuliskan bukunya. Anggaplah ini menjadi proyek buat saya. Dalam istilah umum, saya akan disebut sebagai Ghost Writer, karena nama saya nantinya tidak akan tercetak dalam buku itu sebagai pengarang, tetapi nama orang yang memberi materi.

Apa yang terjadi kemudian?
Setelah saya mencoba membuat outline dan beberapa paragraf pembuka, saya terhenti. Keesokan harinya saya mencoba lagi, beberapa baris, namun tidak lama kemudian terhenti lagi. Mengapa demikian? Mengapa ide yang seharusnya sudah ada tapi tidak juga dapat mengalir seperti yang saya harapkan?

Belakangan saya baru menyadari bahwa saya tidak mendapatkan EMOSI yang biasanya saya dapatkan ketika menulis untuk diri saya sendiri. Saya tidak dapat merasakan apapun, sebagaimana yang mungkin dirasakan oleh teman saya yang mempunyai ide.

Kesimpulan saya, sejak saat saya menyadari betapa pentingnya untuk melibatkan Emosi dalam sebuah tulisan untuk memotivasi pembaca, maka saya tidak lagi ingin menjadi Ghost Writer bagi siapapun.

Bagi anda yang ingin cepat menjadi penulis yang hebat, menurut saya, anda harus melibatkan setiap segi Emosi anda dalam tulisan itu. Tumpahkanlah emosi anda, dari yang paling kecil hingga Emosi yang paling besar, dari kebencian jika ada, hingga syukur dan cinta jika memang itu ada.

Selamat menulis.
Selamat berkarya.
Selamat berbagi.









Tidak ada komentar: