Selasa, 27 Mei 2008

CITA-CITA DAN KONTRAK

Kamus Istilah Proyek tidak laku. Maksud saya, pada awal tahun 2000, ketika drafnya pertama kali saya ajukan ke sebuah penerbit di jalan Salemba, Jakarta, ternyata hanya dalam waktu 7 hari sudah ditolak. Kenapa ke penerbit itu? Mungkin karena saya cinta banget dengan almamater saya. Setidaknya dari tahun 1984 hingga 1987 (sebelum hijrah ke Depok), setiap ke kampus pasti lewat depan penerbit itu. Itulah titik awal perkenalan saya dengan sebuah penerbit.

Kemudian, saya ajukan ke sebuah penerbit di kawasan Rawamangun. Kali ini proses pengkajian dari sisi marketing dan lain-lain lebih lama. Setelah menunggu satu bulan, baru ada keputusan. Ditolak!

Setelah cooling down (tarik nafas panjang dan dalam) beberapa minggu, saya memberanikan diri maju ke penerbit yang lebih besar. Sebuah grup yang sudah mapan sebagai penerbit.

Cukup lama saya menunggu, sebulan, dua bulan, ... hingga enam bulan. Saat itu, oleh salah satu editornya dikatakan,"Menurut bagian marketing sih OK."

Sebulan kemudian, ketika saya tanyakan lagi, masih OK juga, tapi entah kapan akan terbit.
Barulah, setelah kira-kira 6 bulan sejak pertama kali dibilang "OK," datang kabar, bahwa penerbit ini meminta saya mengirimkan softcopy!

Ada rasa girang, tapi ada juga rasa waspada! Apakah saya dapat memercayakan disket saya yang berisi data hasil kerja saya selama beberapa tahun dalam bentuk rangkuman istilah ini kepada pihak yang belum saya kenal? Bagaimana jika nanti isinya diklaim oleh mereka? Ada dilema.

Akhirnya, setelah saya renungkan, dan karena saat itu saya bercita-cita untuk menerbitkannya pada saat saya berumur 35 tahun, dan saat itu saya sudah nyaris berumur segitu, berarti saya harus maju terus dengan segala risiko. Akhirnya, saya datang sendiri, menyerahkan disket dan meminta tanda terima. Tanda terima ini sangat penting, nama judulnya pun harus tepat, demikian juga dengan nama saya sebagai pihak yang menyerahkan disket. Yang jelas, belum ada kontrak apapun!

Setelah beberapa kali (baca: beberapa minggu) kontak dengan sang editor, akhirnya dia berkata bahwa buku sudah siap untuk dicetak, dan kontrak sudah siap untuk ditandatangani. Akhirnya, kira-kira kurang dua minggu sebelum terbit, saya menandatangani kontrak itu, dengan segala keawaman saya tentang kontrak perbukuan.

Memang, seorang penulis sepantasnya menerbitkan bukunya. Seorang penulis pasti ingin hasil karyanya terabadikan dan kalau memungkinkan dapat meng-inspirasi banyak orang. Demikian juga dengan seorang penyanyi, sudah sepantasnya untuk merilis sebuah album serta album-album selanjutnya. Namun, untuk itu ada tantangan berupa persyaratan sebelum semuanya dapat direalisasikan.

Dalam kancah musik, saya terkagum dengan sikap seorang TIA (lulusan AFI) yang sangat menghargai dan menjunjung tinggi sebuah kontrak. Walaupun, itu berarti dia harus menunggu selama 3 tahun untuk menyelesaikan kontrak. Begitu selesai batas kontraknya, dia bebas untuk menjalin hubungan dengan produser musik.

Akhirnya, pada bulan April 2008, TIA merilis album "solo"-nya yang pertama. Saya tulis "solo" dalam tanda petik karena dia juga tampil berduet dengan seorang pengarang lagu yang ada.

Saya tidak heran bahwa banyak produser atau label ingin mengandeng TIA untuk merekam lagu. Setidaknya, ada dua hal besar yang positif dari seorang TIA. Pertama, banyak orang mengakui betapa hebat bakat menyanyi yang dia miliki. Kedua, dia telah membuktikan bahwa dia sangat komit dengan kontrak yang ditandatangani, tanpa mengeluh. Hal ini pasti membuat pihak label yakin bahwa ia pun akan komit jika menjalin kontrak dengan mereka.

Memang, dalam rangka mencapai cita-cita, kita akan dihadapkan pada situasi "harus menandatangani kontrak." Pengetahuan kita akan kebiasaan isi kontrak adalah sangat penting. Tentunya di sini, kehadiran seorang Mentor yang telah mengenyam asam-garam kontrak dengan pihak-pihak yang menjadi rekanan atau produser adalah sangat penting. Seorang Mentor akan senang menjelaskan apa-apa yang penting dan apa-apa yang harus dihindari dalam kontrak yang sedang diajukan.

Namun demikian, walaupun kita sudah memiliki Mentor, tetap berhati-hati dan cerdas dalam menyikapi sebuah kontrak adalah suatu keharusan.

Nah, jika dihadapkan dengan kontrak semacam itu, Anda siap?

Tidak ada komentar: