Kamis, 29 Mei 2008

BELI CITA-CITA DALAM KARUNG

Seorang klien wanita berinisial R yang berasal dari Bandung mengirimkan SMS bahwa dia yang nyaris lulus SMU, telah mendaftar untuk kuliah dalam 4 kemungkinan bidang studi. Pertama, Biologi; kedua, Psikologi; ketiga Ilmu Komunikasi; keempat Teknik Informatika.

Ketika saya tanyakan kepadanya mengapa memilih itu, dia menyatakan bahwa dia juga bingung, kenapa akhirnya empat pilihan tadi yang dia tuju. Dia hanya menegaskan, bahwa dia ingin segera bekerja untuk meringankan beban orang tuanya.

Sebenarnya itu adalah niatan yang mulia. Sangat Mulia.

Hanya saja niat tersebut akan menjadi tidak mudah jika kita memilih sesuatu yang kita sendiri tidak tahu apakah kita suka atau tidak dengan bidang tersebut. Tidak mudah karena kita tidak bersemangat untuk mencapainya.

Yang lebih memrihatinkan, dari keempatnya, dia mengakui tidak jelas nantinya "prospeknya" seperti apa. Dalam arti nantinya menjadi apa, bekerja apa, seperti apa tantangannya. Ini yang saya umpamakan seperti "Beli Cita-cita dalam Karung."

Bukankah dalam hidup selalu ada pilihan? Bukankah dalam memilih selalu harus ada pertimbangan?

Selain pertimbangan bakat yang merupakan Kombinasi Kecerdasan, juga penting kita pahami adalah minat kita. Lebih konotatif lagi jika kita katakan sebagai 'hasrat.' Hasrat atau keinginan yang menggebu ini yang harus kita manfaatkan dalam rangka mencapai cita-cita. Seharusnya hasrat ini yang akan membantu kita mendorong gerobak penuh muatan "potensi dan bakat" ke arah tujuan atau cita-cita. Selanjutnya, untuk mempermudah, bakat kita itulah yang kita pakai, sehingga usaha kita tidak harus sekeras orang yang tanpa bakat.

Wawasan kita pada saat memilih jurusan atau bidang atau bidang studi adalah sangat penting. Semakin luas, semakin baik. Dalam pembahasan kita saat ini adalah Psikologi, Biologi dan Komunikasi dan Informatika. Apa kerja para Psikolog? Apa kerja ahli Biologi? Apa kerja ahli Informatika? Apa kerja sarjana Komunikasi? Bagaimana jejak karirnya? Tentunya dalam hal ini membutuhkan proses membuka wawasan dengan membaca buku/majalah/tabloid, berdiskusi, ikut seminar, menonton program TV yang bernas (penuh berisi).

Memang, lapangan kerja adalah sebuah tantangan yang harus dicoba untuk dimasuki. Dengan persaingan yang sengit. Namun, jika semua orang berpikir untuk "melamar," maka permasalahan tingkat pengangguran yang tinggi tidak akan terpecahkan. Namun, jika kita dapat mengubah posisi kita masing-masing sehingga "dilamar," maka itu adalah pilihan yang terbaik.

Untuk "dilamar," kita harus yakin bahwa kita mempunyai suatu kelebihan atau perbedaan. Jika kita sering membuat perbedaan demi perbedaan, maka tanpa terasa kita sudah menjadi orang yang kreatif.

Jadi, selain pentingnya berwawasan luas serta mendalam untuk bidang yang kita sangat sukai--sehingga tidak ada lagi karung sebagai selubung--, berpikir kreatif adalah kunci dari pengangguran di negeri ini. Ambil contoh: orang-orang di Jepang adalah termasuk yang paling kreatif. Mereka banyak menciptakan suatu yang baru, termasuk istilah-istilah baru. Mereka tidak menunggu datangnya investor. Mereka sendiri lah yang melakukan investasi. Semakin lama semakin besar, dan tentunya dengan perbedaan yang mereka miliki, mereka lah yang kemudian dilamar oleh para pemodal, sehingga posisi tawar menjadi lebih baik.

Jadi, anda ingin melamar atau dilamar?

Tidak ada komentar: